(21/12) www.ibuasik.com - Tak terasa sudah memasuki hari kelima Konferensi Ibu Pembaharu. Empat narasumber sambung menyambung memenuhi ruang Conference Hall dengan ilmu dan inspirasinya. Secara terbatas di ruang VIP, materi bertema Ibu dan Anak Bahagia ini menjabarkan makna pendidikan hidup dari kacamata seorang ibu penggerak sosial, Sri Hayati.


Sri Hayat School yang dipelopori oleh Teh Sri yang biasa dipanggil Kepala Suku, Co-founder Yayasan Majelis Kreativitas Indonesia menjadi ladang berkarya banyak ibu dan lapangan bahagia bagi para anak-anak.


Materi berdurasi 90 menit ini dimoderatori oleh teh Rima Melanie dan diawali analogi yang disampaikan Teh Sri bahwa ibu dalam keluarga itu ibarat matahari. Bergeraknya seorang ibu dalam rumah itu bukan karena mimpi besar tetapi justru dari kegelisahan, ada perbedaan ekspektasi dengan realita. Ini juga yang mendasarinya membuat Sekolah Sri Hayat. Di awal tidak berharap akan berkembang menjadi besar dengan ambisi tetapi melihat passion di dunia pendidikan sehingga berharap dengan gerakan ini jadi misi keluarga yang akan mempolarisasi banyak kebaikan.


Dua titik balik menemukan misi kehidupan Teh Sri yakni ketika mengajar mahasiswa di usia yang harusnya sudah matang justru tidak tahu tujuan hidup dan alasan mereka belajar, kedua adalah karena belajar dari anak sulungnya sendiri.


Hingga pada suatu titik merasa terlalu mengandalkan diri sendiri, sehingga akhirnya dikembalikan lagi untuk minta bimbingan Allah dalam mengasuh si sulung. "Kita adalah sindrome anak pertama" Dimana ketika anak pertama kita mengalami kesalahan maka kita dapat berkaca dari kita sendiri. Dari anak kita, kita dapat melihat "Ayat-ayat cinta Allah bertebaran" Bagaimana kita dapat menentukan titik balik dari dalam diri kita (Nothing menjadi Something) kita cari dan terus carilah. Titik balik dalam setiap perjalanan pengasuhan masing-masing sudah diatur Allah. Beruntungnya di Ibu Profesional adalah sistem dan alurnya sudah dibuat sedemikian rupa sangat baik.


Life span kita sebagai perempuan dari single lalu menemukan pasangan lalu mewariskan value legacy ke anak, lalu nanti sendiri lagi ketika menghadap Allah. Maka sustainable development itu juga berlaku bagi para ibu. Ibu itu harus well educated, tidak berhenti belajar selepas menikah dan punya anak. Justru kita harus terus bertumbuh, inilah yang dipolarisasi dalam kelas di Sri Hayat School juga mengangkat tema feminitas dan maskulinitas leadership setiap anak nantinya.


Dari materi ini kita bisa belajar tentang menemukan misi hidup dan menjalaninya dengan tanpa keraguan. Sudah menemukan misi hidupmu, Sobat ASIK?