Ines Setiawan. Aku Berdaya, Aku Berkarya. Lingkungan dan Kehidupan Berkelanjutan.

(17/12) www.ibuasik.com - Konferensi Ibu Pembaharu yang sejatinya belum resmi dibuka, tapi antusiasme peserta begitu luar biasa. Konferensi tahun ini spesial karena merupakan acara puncak 10 tahun Ibu Profesional. Panggung virtual yang megah, puluhan booth pameran, seribu lebih peserta, ratusan karya menjadi cerita tersendiri dan bukti bahwa event ini dikerjakan dengan sungguh-sungguh.


Narasumber pertama di konferensi ini adalah Ibu Ines Setiawan, seorang ibu tunggal yang aktif menjadi guru 3 mata pelajaran di Deutsche Schule Jakarta dan beliau adalah founder SHINE (Sustainable Hyper-platform of Indonesian Network of Educators). SHINE bertujuan untuk memberdayakan orang yang mau belajar dan mau mengajar melalui peningkatan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Indonesia.


Materi dari Ibu Ines dibuka oleh Mc Mbak Puspa Fajar dari papua dan dimoderatori oleh Mbak Karyati Niken. Antusiasme peserta yang luar biasa menjadi tantangan dalam acara ini. Karena trafik website yang sempat penuh, panitia membagikan tautan lain yang memudahkan peserta mengikuti materi yang mengusung dua tema sekaligus yaitu Aku Berdaya Aku Berkarya, Lingkungan dan kehidupan berkelanjutan.


Di awal materi Ibu Ines bercerita tentang awal mula beliau mendirikan SHINE. Awalnya SHINE didesign untuk menggerakkan guru-guru 8 tahun lalu. Beliau berpendapat bahwa memberdayakan pendidik itu sangat penting, karena pendidik yang berdaya akan memberdayakan murid-muridnya. Tetapi ternyata SHINE berkembang bukan dari para guru tetapi kalangan Ibu-ibu yang notabene juga pendidik anak-anak mereka di rumah. SHINE mengambil 10 tema penting Food, energi, water, waste, health, global warming & climate change, biodiversity, finance, poverty, peace. Dari 10 tema ini, lalu dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar sustainable development program yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi.


“Belajar dari kesalahan, saya awalnya begitu fokus pada masalah ekonomi, tetapi ternyata pembangunan berkelanjutan tidak hanya melihat dari pertumbuhan ekonomi, namun membutuhkan keseimbangan dengan memperhatikan lingkungan dan kesejahteraan sosial yang berkesinambungan” Penjelasan Ibu Ines.


Belajar dan melihat masalah, berkarya menjadi bagian dari solusi dan kemudian berdaya. Proses yang beliau kembangkan dalam SHINE ini selaras dengan semangat Ibu Pembaharu untuk mengubah tantangan menjadi solusi kemudian menghasilkan karya. Beberapa contoh tentang proyek makanan yang dikembangkan SHINE misalnya buah-buahan beku dari beri-berian, budidaya porang untuk melembutkan es krim, memaksimalkan manfaat jamur merang dan banyak sekali contoh yang lain. Ide yang diambil adalah meningkatkan harga jual dengan memaksimalkan nilai barang tersebut.


SHINE dimulai dari dana yang terbatas, strategi yang dilakukan adalah memprioritaskan dana untuk pengajar, meminimalisir dan mereduksi hal-hal yang tidak esensial seperti akomodasi gedung, dan lain-lain. “Di SHINE, kami mereduksi seminim mungkin biaya-biaya yang tidak perlu, sehingga bagian terbesar dananya untuk membayar tenaga pendidik dengan layak. Hanya dengan cara itu kami bisa memberikan pendidikan yang berkualitas namun terjangkau, sekaligus menghargai pendidiknya” Jelas Ibu Ines saat peserta bertanya bagaimana SHINE berkembang dengan dana yang terbatas.


“Sustainability bukan hanya tanggung jawab ibu, tetapi program setiap keluarga” Beliau tegas mengungkapkan pendapatnya. Di saat yang lain menuntut pemerintah untuk memperhatikan nasib mereka, Ibu Ines bergerak menciptakan perubahan dari lingkaran terkecil. Membangun pemerintahan yang baik dimulai dari keluarga masing-masing. Melayani dengan ikhlas. Membangun sosial-ekonomi yang berkelanjutan, membangun kultural dan spiritual kemudian memperhatikan dampak lingkungan.


Semangat bergerak membuat perubahan dan inovasi inilah yang memompa semangat Tim ASIK untuk mengambil pelajaran dari materi Ibu Ines. Bahwa inovasi bukan tercipta dari yang paling hebat, harus selalu yang paling baru dan paling keren. Tetapi Inovasi muncul karena ada keterbatasan yang harus dicari solusinya. Ketika ada masalah, saat itulah kesempatan kita untuk melahirkan inovasi dengan mencari soluasi dari masalah tersebut.


Materi 90 menit ini terasa singkat. Peserta antusias bertanya dan Bu Ines menjawab dan menceritakan pengalaman beliau. Acara ditutup dengan bertabur hadiah dari panitia.