#9 Graduation : Merayakan Kebersamaan, Mengapresiasi Langkah

www.ibuasik.com - 11/10/2022, 10:10 WIB

Genap kurang lebih empat bulan proses pendampingan kapasitas para pemimpin organisasi, komunitas perempuan dalam DIWA terselenggara. Jika menapak tilas perjalanannya, awal cerita founder ASIK, Fatimah Azzahra mengikuti seleksi DIWA di bulan Mei 2022, lalu masih teringat jelas pengumuman dan penjelasan bergulir satu persatu. Dimulai dari menghadiri wawancara baseline survey, mendapatkan welcome kit hingga menerima modul pertama saat sesi pembukaan. Tidak kurang dari dua belas kali pertemuan sesi daring berdurasi masing-masing dua setengah jam tiap pekannya—di luar sesi pendampingan kelompok, pendampingan klaster dan office hours, rasanya cukup membuat para alumni DIWA kohort tiga ini menghabiskan waktu daring bersama.


Hingga tiba tanggal bersejarah hari itu, enam Oktober 2022, hari graduation pu tiba. Tidak seperti perhelatan perayaan yang berisi euforia, prosesi graduation DIWA berlangsung penuh makna–khidmat dan cenderung mengundang air mata. Sesi terakhir di awali dengan sambutan dari Ibu Abi Mapua, selaku Country Director Ashoka Philiphine yang juga Co-founder dan President of Kindmind, memberikan refleksi mendalam pada proses dan tujuan program DIWA ini. Bahwa para fellows yang menjadi alumni adalah DIWA, inspirator, pemimpin, dan menjadi cahaya bagi perempuan lainnya.

Kehadiran Ibu Nani Zulminarni dari awal hingga akhir proses graduation juga menguatkan makna eksistensi perempuan. Para graduates diajak menyelami cerita perjuangan seorang pembaharu bernama Nani Zulminarni, yang membela perempuan kepala keluarga, refleksi besar dari perjalanan hidup beliau. Bahwa dalam kurun dua puluh tahun terakhir, perempuan bisa berdaya, bisa bermanfaat, bisa menyambung mimpi dan berdampak ketika berusaha berubah dan berdampak. Jika suatu hari kita para perempuan merasa lelah, pesan Ibu Nani adalah dengan mengingat semangat awalnya kembali, bisa jadi hal kecil yang dilakukan hari ini akan mengakar jadi budaya, menjadi sumber nyala kebaikan bagi keluarga dan masyarakat.


Sesi pertanyaan juga dua sesi breakout room adalah pengayaan sekaligus momen pengikat, bahwa ada masa-masa diskusi pendek yang begitu mencairkan suasana dan mengulik empati para fellow DIWA disepanjang empat bulan bersama. Sesi selanjutnya adalah sharing session bersama para alumni DIWA kohort tahun kedua, yang banyak sekali bercerita tentang pengalamannya mengikuti program di tengah pandemi yang menggila. Juga perjalanan mereka sebagai WSE, women socioentrepreneurs selepas program DIWA berakhir. Banyak cerita kegagalan namun banyak juga peluang kolaborasi yang tercipta, kesempatan yang terbuka setelah program pendampingan DIWA. Membuat para alumni tahun ketiga merasa semangat itu harus dibawa terus sepanjang usia.


Sebuah perayaan mencari ilmu menambah jejaring yang sangat berkesan. Selebrasi hanya berlangsung 10 menit terakhir dengan foto bersama bersama foto toga virtual yang ada di layar. Namun, pesan yang dibawa lebih panjang dari sekedar selebrasinya. Saya melihat estafet semangat dari warna warni pendukung program DIWA ini, mulai dari Program Coordinator hingga Country Coordinator di setiap negara, serta peran penting dari setiap pengalih bahasa. Tidak ada peran kecil untuk semua kebaikan yang dilakukan dengan tujuan.

Fatimah Azzahra sebagai Founder ASIK khususnya berterima kasih pada keluarga atas dukungan selama perjalanan pendampingan kapasitas, pada Tim ASIK yang membantu menguatkan setiap saat, pada ekosistem Ibu Pembaharu sebagai atmosfer bertumbuh para ibu, serta Ibu Septi Peni Wulandani atas pendampingan dan perhatiannya sejak awal proses hingga perjalanannya sampai hari ini. Memasuki babak baru perjalanan, semangat perempuan pembelajar sepanjang hayat harus terus dibumikan. Perjalanan jadi ibu yang percaya diri dengan perannya, memiliki kapasitas sebagai pendidik untuk diri dan keluarganya adalah semangat inti dari gerakan sosial yang dibawa ASIK. Melalui tulisan ini semoga para perempuan semakin kuat kolaborasinya dan semakin menebarkan dampak meski jalannya akan terus menanjak. Saatnya kita semua #PeDeJadiIbuRumahTangga karena setiap ibu berhak bahagia, bertumbuh, berkarya.


“Pohon yang melupakan akarnya tidak akan mampu bertahan lama, perlahan akan layu dan mati, lalu hilang tak bersisa”. Karena itu jika sudah merasa tinggi menjulang, tetaplah rendah kan hati melihat ke bumi, menyadari bahwa tanpa akar di bawah pohon tak lagi berarti. (Ibu Nani Zulminarni)