#4 Courage

Sobat ASIK, apa yang mungkin kita pikirkan ketika mendengar kepemimpinan perempuan? Hmm… Bisa jadi akan ada perspektif beragam. Dalam kepemimpinan perempuan masih terdapat stigma beragam, tetapi perempuan memang memiliki porsi dalam kepemimpinan. Lihat saja seorang ibu, ia adalah pemimpin bagi diri dan anak-anaknya, diamanahi menjaga rumah, menjaga kehormatan diri dan harta ketika suami di luar rumah. Dari semua tantangan pemimpin perempuan, tidak ada yang membedakan kecuali dari courage yang diperjuangkan. Di pendampingan DIWA yang bertujuan mempertajam dampak perempuan sebagai aktivator sosial, maka pekan ke empat ini para fellows belajar bagaimana memaknai sebuah perjuangan.


Courage bukan sekedar menunjukkan etos kinerja, apapun peran yang melekat pada perempuan. Menurut Fatimah Azzahra, founder ASIK (Akselerasi Ibu Masa Kini), courage seorang ibu mencakup empat hal, yakni bravery, persistence, integrity dan vitality.

Uniknya, dalam sesi ini definisi courage yang dikenalkan justru mengambil dari bahasa asalnya. Dalam bahasa latin courage diambil dari kata 'cor' yang artinya hati. Maka, courage artinya bagaimana menyampaikan satu maksud hingga mencapai satu hati. Manis bukan?


Maka, ketika melangkah sebagai perempuan, sebagai ibu, sebagai pemimpin sebuah komunitas yang terkecil pun, sejatinya menunjukkan courage adalah berdiri di antara keberanian dan ketakutan di waktu yang sama. Tentu saja, karena siapa yang tahu usaha dan perjuangan kita berhasil atau tidak, disampaikan dari hati apakah akan diterima oleh hati yang padu juga?


Sejatinya, dalam sebuah perjuangan di situ pula terletak kerentanannya. Orang yang berani atau percaya diri bukan berarti ia tidak pernah mengalami kerentanan, ketakutan. Kondisi rentan, takut, insecure ini pasti terjadi karena usaha atau courage itu akan membuat kita berhadapan dengan paparan risiko, ketidakpastian, serta ketidakstabilan emosi.

Kerentanan atau vulnerability sebenarnya menunjukkan seberapa besar courage yang dicurahkan.


Sobat ASIK, lalu pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana memunculkan courage terbaik diri? Pertama adalah dengan memiliki cerita diri sendiri, alasan dan motivasi di balik kita melakukan sesuatu akan selalu membawa energi, betul? Kedua, sampaikan kebenaran dengan jujur. Ketiga, buat batasan diri (setting boundaries). Keempat adalah meminta bantuan, termasuk mengatakan dengan jelas apa kebutuhan diri untuk mendapat dukungan. Inilah yang membuat kerentanan akan menjelma kekuatan diri untuk terus melangkah memperjuangkan apa yang ingin kita tuju.


Sampai sini, kita dapat mengambil kesimpulan, courage bukan usaha sendiri namun melibatkan pula orang lain. Hati yang terbuka inilah yang kelak membuat kita lapang hati pula melihat progres dan hasil, karena yakin segala courage yang dilakukan juga tidak merupakan single action sendiri. Inilah yang sekaligus menunjukkan ketidaksempurnaan adalah kesempurnaan dari sebuah perjalanan. Seperti kehidupan ibu, yang tidak sempurna penuh kerentanan, namun empat langkah courage di atas, bisa mulai kita terapkan bersama.


Sampai disini, ada yang bisa mengaitkan titik-titik filosofinya? Memberikan courage dalam setiap proses kehidupan, terhadap apa yang kita pimpin dan pertanggung jawabkan adalah serangkaian proses merasakan, menerima, melepaskan, mengizinkan alurnya terjadi. Maka Sobat ASIK, maukah kita melanjutkan perjalanan ini selangkah lagi?


(Fatimah AzZahra)